KORBAN LELAKI DATANGLAH KESINI

DARI TANGAN BIDAN
MUNCUL KEAJAIBAN
Home » » Anak Pra Sekolah

Anak Pra Sekolah

Written By Unknown on Jumat, 27 Juli 2012 | 23.29

7 Trik HADAPI Anak Yang Ngotot

Mungkin saja penyebabnya lapar mata. Sabar, ada kiat bijak menghadapinya, kok.
“Mama, beliin aku anjing buldog ya!” pinta Kayla. Sang bunda melirik putrinya yang berusia 4 tahun sambil tersenyum. “Boleh, tapi nanti kalau Kayla sudah SD ya!” “Enggak mau! Maunya sekarang. Ayo Ma, kita beli sekarang!” Sudah beberapa minggu ini, Nadia dipusingkan dengan permintaan Kayla yang ngotot banget dibelikan anjing buldog. Bukan jenis anjingnya yang jadi masalah, tapi kengototan si kecil kala meminta sesuatu itu lo. Anjing hanya salah satu permintaannya. Sebelum itu, Kayla pernah ngotot sampai nangis-nangis minta dibelikan biola (padahal menurut Nadia, anaknya masih kecil untuk belajar menggesek biola). Beberapa bulan lalu, ia juga minta dibelikan kelinci warna pink. “Pusing deh aku kalau Kayla udah minta sesuatu. Ngototnya bukan main sampai nangis-nangis segala!” Nadia sampai mengibaratkan kalau anaknya yang duduk di TK A itu meminta sesuatu, itu sudah harga mati alias wajib dikabulkan, tidak boleh tidak. Kenapa sih si prasekolah bisa seperti itu?



Dari kacamata psikologi, menurut Naomi Soetikno, Psi., anak usia ini masih dalam masa egosentrisme, dimana dia menilai segala sesuatu dari sudut pandangnya saja. Alhasil, ketika menginginkan sesuatu, minta dituruti. Anak prasekolah juga rasa ingin tahunya demikian besar sehingga ketika tertarik pada sesuatu ia bersikeras mendapatkannya.
Faktor lainnya, anak usia ini mulai lebih berani untuk mengekspresikan diri atau mengemukakan bahkan mempertahankan pendapatnya. Bahkan, dia juga sudah bisa membuat keputusan sendiri. Alhasil, jangan heran kalau dia akan “memperjuangkan” agar keinginannya terkabulkan.
Si prasekolah juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Misalnya, bila temannya punya sesuatu yang baru dan bagus, dia pun ikut-ikutan ingin memilikinya. Terlebih anak usia ini juga memang masih tergolong suka “lapar mata” pula alias selalu ingin mendapatkan apa yang ada di depan matanya. Ujung-ujungnya, dia akan menggebu-gebu demi mendapatkan apa yang diingikannya.
Tentu orangtua kelabakan juga bila si anak selalu minta keinginannya dikabulkan segera. Kalaupun kita coba bujuk, misalnya,”Nanti saya ya Sayang. Ibu lagi enggak bawa uang, besok aja deh.” Alih-alih supaya anak lupa akan keinginannya, malah sebaliknya dia tak henti-hentinya menagih “janji”. Jadi, tetap saja kemauannya harus segera dipenuhi.
7 JURUS AMPUH
Karena belum dapat mengontrol keinginannya, si prasekolah selalu bersikeras, agar permintaannya mesti dikabulkan seketika. Dia belum bisa menunda keinginannya. Lantaran itu, kita mesti mengajarkan bagaimana supaya hal itu tak menjadi keterusan dan tak berdampak negatif terhadap perkembangan kepribadian si anak. Apa saja yang perlu dilakukan? Berikut di antaranya:
1. Jangan dituruti walau si kecil menangis
Kala si prasekolah ngotot memperjuangkan keinginannya sampai tantrum, seperti nangis-nangis, berteriak atau bahkan berguling-guling, tak perlu dituruti. Apalagi jika ia sudah diberi penjelasan namun tak bisa mengerti keadaan orangtua. Kalau orangtua “menyerah” (karena tak tahan mendengar tangisannya, misal) lantas mengabulkan keinginan anak, ia akan berpikir, “Ah, nanti kalau minta sesuatu, aku nangis aja yang keras, pasti dikabulkan kok.”
2. Buat skala prioritas
Kenalkan konsep skala prioritas pada si prasekolah dalam bentuk yang sederhana. Cara ini memungkinkan anak belajar menentukan apa yang betul-betul diinginkannya dan menyadari kalau permintaannya tak selalu bisa didapat. Contoh, bila dia tertarik pada suatu mainan, coba identifikasi apakah mainan itu sebenarnya sudah dimilikinya. “Kakak kan sudah punya mainan seperti itu. Coba deh ingat-ingat lagi. Lagi pula Kakak kan sedang membutuhkan pensil warna untuk lomba menggambar. Yuk kita cari yang Kakak butuhkan saja.” Sederhananya, prioritaskan kebutuhannya, bukan keinginannya.
3. Ajarkan menunda keinginan
Jelaskan bahwa tak semua yang ia mau harus didapat. Umpama, karena ayah tak punya uang, jadi tak bisa membelikan mobil-mobilan. Kalaupun dia tetap bersikukuh, jelaskan bahwa mainan itu harganya mahal. “Wah, harganya mahal, Nak. Ibu tak punya uang sebanyak itu.” Diharapkan anak terlatih untuk bisa menunda keinginannya. Sekaligus anak juga belajar berempati. Paling tidak dia belajar merasakan bahwa orangtuanya sedang tak punya uang yang cukup sehingga tak bisa membelikan apa yang ia mau.
Selalu memenuhi keinginan anak justru memiliki dampak negatif, yakni akan membuat egosentrismenya kian menjadi. Ia jadi menganggap, segala sesuatu bisa didapatnya hanya dengan rengekan. Selain jadi konsumtif, anak pun sama sekali tidak belajar mengasah kemampuannya memilah-milah sekaligus menentukan pilihan. Akibatnya, ia terbiasa gemar membeli barang-barang yang sebenarnya kurang dibutuhkan.
4. Jangan “obral” janji
Terkadang kita berusaha mengalihkan perhatian dengan cara mengumbar janji. Misal, “Nanti saja deh, kalau Ibu sudah punya uang, pasti Ibu beli.” Atau. “Besok saja ya, soalnya Ayah lagi buru-buru nih.” Tapi janji tinggal janji, kemauan anak tak terpenuhi juga. Alhasil, anak menagih janji sampai kita benar-benar mewujudkannya. Jadi, jangan mengobral janji dan jangan beranggapan kalau anak mudah dibohongi. Anak justru akan kecewa bila diberi janji kosong. Bila hal ini terjadi berulang kali anak tak percaya atau respek pada orangtua.
5. Tepati bila berjanji
Bila kita sudah kadung berjanji maka kita harus menepatinya. “Mama kan janji mau membelikamu boneka kalau
sudah ada uangnya.” Kalimat ini menunjukkan kalau kita benar-benar menepati janji. Bila ada kesesuaian antara janji dengan kenyataan maka anak pun akan belajar untuk menepati apa yang diucapkannya.
6. Jangan dimarahi
Terkadang orangtua juga jadi kesal karena selalu dituntut oleh sang anak seperti itu. Alhasil, malah marah atau justru diam tak menggubris kemauan anak. Tanpa ada penjelasan kenapa kita marah atau tak mau menanggapinya. Lantaran itu, justru anak jadi merasa tak diperhatikan. Anak jadi bertanya-tanya, “Kenapa ya, mama jadi marah begitu?” Jadi sebaiknya jelaskan saja alasannya kenapa kita tak segera mengabulkan permintaannya. Toh, dengan bahasa yang mudah dipahaminya, anak pun bisa mengerti juga.
7. Ketahui alasannya
Yang jadi persoalan juga, ketika menginginkan sesuatu, dia begitu ngototnya. Tapi, setelah didapat apa yang dimaunya, dia malah cuek dan beralih pada hal lain yang lebih menarik. Jadi, dia tak memedulikan lagi apa yang sudah didapatnya itu. Bila itu yang terjadi, tanyakan padanya, “Tadi kamu sampai nangis-nangis minta mainan itu, tapi kok sekarang disimpan di kotak mainan. Kenapa?” Dengarkan alasan si prasekolah, mungkin dia belum bisa memainkannya atau mungkin sebenarnya dia memang benar-benar tak terlalu suka dengan mainan itu. Atau misalnya, ketika dia minta dibelikan makanan tertentu, dikiranya enak ternyata rasanya pedas. Maka ketahui dulu alasannya menginginkan sesuatu. Lalu katakan, “Janji ya, mainan yang kamu minta betul-betul terpakai. Kalau tidak, besok-besok tidak beli lagi.” Jika kesepakatan dilanggar, anak boleh diberi sanksi, umpamanya tidak ke kebun binatang di akhir minggu, atau tidak nonton acara kesukaannya di malam hari.
Hilman Hilmansyah. Ilustrasi Pugoeh
Ciaaaaaaaat, YUK BERANTEM!
Dapatkah permainan adu fisik mengasah kemampuan motorik si prasekolah?
“Mama, ayo kita berantem-beranteman lagi,” kata si prasekolah. Baru saja sang ibu menganggukkan kepala sebagai isyarat menerima “tantangan” tersebut, sejurus kemudian “Ciatt…” si bocah pun langsung melakukan gerakan menarik mamanya ke depan sambil tertawa-tawa.
Ya, memang anak usia prasekolah cenderung menggemari permainan adu fisik seperti tadi. Pada dasarnya, permainan adu fisik ini sama saja dengan kegiatan bermain peran lainnya. Meski bernuansa “kekerasan”, tapi tidak sampai menjurus pada perkelahian yang sebenarnya. Jadi tak perlulah terlalu khawatir bila si prasekolah gemar permainan ini. Adu fisik justru mengerahkan seluruh anggota tubuh anak.
PURA-PURA, LO!
Meski begitu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua agar permainan adu fisik ini sarat manfaat, seperti dijelaskan Henny E. Wirawan, M.Hum., Psi., dari Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara, Jakarta, berikut ini:
* Beri penjelasan dan pengertian
Jangan pernah merasa bosan untuk memberikan pengertian bahwa permainan ini hanya sebatas pura-pura. “Sayang, mukulnya pura-pura saja, ya.” Atau “Kalau kamu menendang betulan, nanti kakimu atau perut ayah jadi sakit.” Kalau tanpa sengaja si prasekolah menonton film bernuansa adegan kekerasan, beri pengertian bahwa sikap seperti itu tidak baik. Dikhawatirkan, si kecil yang sedang dalam proses imitasi ini berimajinasi secara berlebihan dan mengadopsi apa yang dilihatnya.
Memutar film dengan alur cerita pertemanan bisa dijadikan alternatif yang baik untuk menyeimbangkan “hobinya” ini. Banyak pesan moral bisa didapat dari film seperti itu. Seperti sikap tidak menyakiti, tolong-menolong dan sebagainya. Berbagai upaya positif tersebut setidaknya membuat anak lebih paham bahwa aktivitas adu fisik itu sekadar pura-pura, tidak betulan, dan sekadar permainan.
* Lakukan pemantauan
Awasi ketika si prasekolah bermain berantem-beranteman dengan temannya. Jangan sampai terjadi sesuatu yang di luar dugaan, misalnya, malah berkelahi sungguhan. Bila hal itu terjadi, segeralah melerai dan ketahui penyebab kenapa mereka malah berantem betulan. Apakah karena salah satu anak tak sengaja menendang dengan keras hingga temannya merasa sakit, misalnya. Bisa saja, kan, si anak memukul karena energinya terlalu besar. Tapi tak perlu mencari siapa yang salah, siapa yang benar. Yang pasti segera beri penjelasan bahwa berkelahi itu tidak baik sehingga mereka bisa bermain bersama kembali. Katakan, permainan adu fisik itu hanya pura-pura. Terus, alihkan mereka ke permainan lain yang tak kalah menariknya.
* Perhatikan tempat bermain
Permainan ini bersifat aktif, bahkan dalam melakukannya kadang “lepas kontrol” sehingga sering kali tak memerhatikan situasi sekeliling. Lantaran itu, sebelum bermain berantem-beranteman, perhatikan sekitar tempat bermain itu. Boleh jadi ada benda atau sesuatu yang bisa mengundang bahaya atau menimbulkan cedera, misalnya ujung meja yang lancip. Lantaran itu, geser dulu benda atau furnitur tersebut agar si prasekolah dapat bermain dengan aman dan leluasa tentunya.
* Perhatikan aksesori yang digunakan
Selain dengan “tangan kosong”, kadang permainan ini juga disertai alat atau aksesori seperti pedang-pedangan atau pistol mainan. Seleksi senjata-senjataan itu apakah bisa menimbulkan cedera atau tidak. Contoh, pelurumeski dari terbuat karetyang ditembakkan dari pistol-pistolan yang digunakan bisa membahayakan juga, lo.
* Lakukan permainan yang lain
Ajak si prasekolah melakukan permainan dalam bentuk lain. Dengan melakukan berbagai permainan yang beragam, pengalaman yang didapatnya pun akan bervariasi. Alhasil, aktivitas bermainnya jadi berimbang, tak melulu main berantem-beranteman. Contoh, bermain peran sebagai guru, polisi, dokter, dan lainnya. Di sisi lain, si prasekolah tak sekadar bisa “mengadu fisik” tapi juga mengasah imajinasinya sebagai sosok polisi, guru atau profesi lainnya. Atau juga bentuk permainan lain semisal permainan pertukangan, bengkel-bengkelan yang sekaligus bisa mengasah kemampuan motorik halusnya. Sementara, main adu fisik hanya mengasah motorik kasarnya. Atau misalnya, berenang agar energinya yang berlebih itu bisa tersalurkan.
Kalau perlu, buat sebuah “jadwal bermain” bagi si prasekolah. Umpamanya, hari ini main berantem-beranteman, besok main guru-guruan, lusa main dokter-dokteran dan seterusnya. Jadwal yang disusun tak perlu kaku, toh itu sekadar panduan agar si prasekolah melakukan aktivitas yang beragam. Jadi intinya sih agar anak tak hanya melakukan permainan itu-itu saja.
BAK JAGOAN!
Ada beberapa manfaat yang bisa dipetik dari permainan adu fisik ini, yaitu:
* Merangsang imajinasi
Permainan ini bisa mengasah imajinasi atau daya khayal si prasekolah. Konkretnya, dia belajar memerankan sosok jagoan pembela kebenaran yang melawan musuh. Atau misalnya, memerankan polisi yang sedang mengejar penjahat. Memerankan sosok ini bisa dilakukan bergiliran, sehingga anak merasakan bagaimana peran sebagai jagoan sekaligus bagaimana menjadi sosok antagonis.
* Menyalurkan energi
Energi berlebihan si usia prasekolah dapat tersalurkan melalui permainan ini. Dengan bermain pura-pura berantem, si prasekolah dapat menyalurkan kebutuhannya sekaligus melatih kemampuan motorik kasar. Tentu saja, bila kebutuhannya itu sudah tersalurkan, anak akan merasa puas. Kalau saja dilarang, boleh jadi perkembangan motorik kasarnya terhambat.
* Mengenal emosi
Main berkelahi-kelahian secara tak langsung juga membuat anak belajar mengenal emosi. Misal, ketika marah, ekspresi wajah tampak “sangar”. Atau ketika kesakitan karena terkena “pukulan atau tendangan”, misalnya, dia meringis.
* Mempererat ikatan emosi
Nah, bila permainan adu fisik ini dilakukan antara anak dan ayah, bisa saja mempererat ikatan emosional antara keduanya. Tak hanya kontak emosi, juga ada kontak fisik yang terjalin. Si prasekolah pun merasa senang karena aktivitas bermain itu ditanggapi dengan baik oleh orangtuanya.
Hilman Hilmansyah.
sumber : http://keluargasehat.wordpress.com/category/psikologi-bayi-dan-anak/

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Translate

Kampus Dian Husada

Stikes Dian Husada

Rumah Sakit Dian Husada

Stikes Dian Husada

Pengikut

@ayunfarichah. Diberdayakan oleh Blogger.